JAKARTA, BeritaHUKUM - Para musisi Grup band Marjinal yang beraliran punk rock menggelar aksi dengan bernyanyi lagu-lagu di depan gedung Mahkamah Kostitusi (MK) Republik Indonesia di Jakarta, Aksi yang mendukung para buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan lainnya pada, Selasa (11/10) siang, saat di dalam gedung MK akan digelar sidang lanjutan judicial review (JR) Undang-undang Tax Amnesty (UU TA), guna mendengarkan keterangan Saksi Ahli,
Pantauan pewarta BeritaHUKUM.com di lokasi, sekerumunan massa aktivis yang mengatasnamakan Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) yang pada Juli 2016 lalu juga mendaftarkan permohonan JR UU Tax Amnesty di MK tampak hadir di MK hari ini.
Dalam Undang-undang TA yang telah disahkan DPR RI lalu, yang mengatur para wajib pajak yang belum melaporkan pajaknya diberikan pengampunan tidak dipidana juga tidak didenda.
Keringanan menebus kesalahan dengan tarif rendah, yakni Tarif tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yakni tarif tebusan bagi usaha kecil menengah, bagi wajib pajak yang bersedia merepatriasi asetnya di luar negeri, serta deklarasi aset di luar negeri tanpa repatriasi.
Sementara kemarin, sebelumnya pada, Senin (10/10) di Gedung Joeang Jakarta Pusat, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan kalangan buruh menolak tegas UU tentang Pengampunan Pajak yang digodok pemerintah dan DPR RI tersebut.
"RUU tersebut hanya menguntungkan pengusaha pengemplang pajak. Kami menolak keras RUU tax amnesty, karena RUU menciderai rasa keadilan buruh," tegas Said Iqbal pada awak media.
Menurut Iqbal, sangatlah tidak etis, ditengah upaya buruh menuntut pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, pemerintah malah ingin memberikan kemudahan bagi pengusaha yang selama ini menyimpan uang di luar negeri.
"Apindo lagi pesta atas kebijakan Tax Amneaty, Buruh akan terus Aksi," sambung buruh yang turut hadir saat di gedung Joeang, terdengar menyerukan.
"Buruh, selama ini diberi upah murah terus melalui Peraturan Pemerintah Nomor 78. buruh taat bayar pajak, upahnya dimurahin dengan PP Nomor 78 Tahun 2015. Tiba-tiba pengemplang pajak dikasih karpet merah diampuni," jelasnya.
UU tentang Pengampunan Pajak berseberangan dengan fakta bahwa penerimaan pajak di Indonesia yang masih rendah. Menurut dia, tidak ada jaminan setelah ada pengampunan pajak, pengusaha di masa mendatang akan taat bayar pajak.
"Yang kedua tax ratio masih rendah, tax pajak dengan PDB (Pajak Domestik Bruto) masih rendah artinya ketaatan pajak masih rendah, kok tiba-tiba ada orang diampuni, harus tingkatkan tax itu sendiri," katanya.
"Harusnya pemerintah berpihak pada buruh. Buruh merupakan kelompok masyarakat yang paling taat membayar pajak. Sebelum upah diterima, upah sudah dipotong pajak duluan. Mengapa tiba-tiba pemerintah membuat kebijakan pengampunan pajak?" pungkasnya.
Terlihat mini umbul-umbul dengan bertuliskan "Ganyang Penjahat Pajak", "Rakyat Bersatu Lawan Penjahat Pajak!", "Parpol di DPR Antek Penjahat Pajak" yang terpampang, terpasang di kendaraan mobil komando para pendemo. saat di dalam gedung MK digelar sidang lanjutan JR TA, guna mendengarkan keterangan saksi ahli, kelanjutan dari sidang pertama pada, Rabu (31/8) lalu terkait judicial review UU Tax Amnesty yang diajukan oleh para buruh yang dimotori KSPI dan SBSI, serta SPRI. Nampak pula, Sekjen KSPI M. Rusdi dan Presiden SPN Iwan Kusmawan, serta Saksi Ahli memasuki gedung MK pada. Selasa (11/10) siang itu.
Buruh berharap, Hakim MK mengabulkan tuntutannya, dengan membatalkan dan menyatakan tidak berlaku UU Tax Amnesty tersebut, serta menyatakan dana Rp 165 T di APBN 2016 dinyatakan sebagai dana tidak sah, karena berasal dari dana Tax Amnesty yang sudah dibatalkan.
"Dalam hal ini, Pemerintah telah melakukan barter hukum (law enforcement) dengan uang haram Tax Amnesty, Ini artinya pemerintah sangat pro pemodal dan korporasi," kata Presiden KSPI Said Iqbal.(bh/mnd)
|